Selasa, 14 April 2009

PERSINGKAT FERMENTASI KEDELAI HANYA 4 JAM DENGAN BERMEDIA STABILISATOR TEMPERATUR


Tempe menjadi salah satu makanan populer di Indonesia. Membuatnya pun kini tidak harus dengan cara yang tradisional saja. Proses fermentasi dari kedelai menjadi tempe memakan waktu yang cukup lama, ± 36 jam. Namun kini ada alat yang mampu memfermentasi hanya dalam 3 sampai dengan 4 jam.

Satu cara agar bisa mempercepat fermentasi kedelai adalah menjaga temperatur suhu di sekitar tempe. Kuncinya adalah menjaga suhu di atas 450 C. Kalau diproses selama 3 jam, tetap bisa jadi tempe, tapi vitamin B12-nya belum keluar.

Alat penjaga temperatur suhu proses fermentasi tempe itu berbentuk kotak. Kedelai yang telah siap difermentasi ditaruh ke dalam kotak tersebut. Sensor suhu LM 35 akan menyampaikan suhu ruangan menuju IC Komparator LM 324. Interval batas atas 550 C dan batas bawah 460 C. Kemudian, IC Komparator batas atas dan bawah akan membandingkan masukan sensor suhu LM 35 dengan tegangan yang telah ditentukan. Apabila suhu 550 C atau lebih, IC Komparator batas atas akan memberikan masukan pulsa high kepada microcontroller. Apabila suhu mencapai 460 C atau kurang, IC Komparator LM 324 batas bawah memberikan masukan pulsa high pada microcontroller. Microcontroller kemudian menyatukan daya antara pemanas dan fan. Inilah yang membuat suhu box stabil. Pemanas akan memancar, sementara fan menyebarkan panas suhu. Inilah yang membuat fermentasi berlangsung dengan cepat. Alat ini akan beroperasi selama kurang lebih 3 sampai dengan 4 jam sejak microcontroller menerima pulsa high dari sensor batas bawah.

ROBOT CANTIK GESER MODEL

Teknologi yang makin canggih membuat robot tidak hanya menggantikan manusia dalam pekerjaan kasar dan berbahaya saja. Urusan lenggak – lenggok di atas catwalk yang butuh tubuh molek dan keluwesan kini juga mulai dirambah mesin pintar itu.

Dalam pameran yang diadakan National Institute of Advanced Industrial Science and Technology di Tokyo 16 Maret 2009 lalu, terlihat keseksian robot kini mulai mampu bersaing dengan model cantik. Para Insinyur perguruan tinggi terkemuka di Jepang itu mendemonstrasikan robot model yang diberi nama HRP-4C.

Robot tipe humanoid itu memiliki wajah yang cukup girlie dan mata agak besar. Dengan hidung kecil dan rambut sebahu, HRP-4C diprogram bisa melakukan 42 gaya yang biasa dilakukan para model sebenarnya ketika memamerkan busana di atas panggung. Bahkan, tidak hanya pandai berlenggak – lenggok, robot yang penampilannya mirip karakter cewek dalam komik Jepang (manga) itu juga ramah kepada siapa saja yang menyapanya.

Hello everybody, I am cybernetic human HRP-4C”, HRP-4C menyapa dengan suara merdu dan manja. Pemimpin riset Fashion Bot ini adalah Shuji Kajita. HRP-4C ini memiliki tinggi 158 cm, tinggi rata – rata perempuan Jepang berusia 19 – 29 tahun. Beratnya juga cukup ringan, hanya 43 kg termasuk baterai.

Menurut Shuji Kajita, HRP-4C dibuat untuk industri hiburan. Untuk sementara, robot model HRP-4C itu tidak dijual. Biaya riset Fashion Bot ini menghabiskan dana sekitar Rp.2,4 miliar.

STIMULASI IQ-EQ-SQ SEJAK PRASEKOLAH

Konsep tradisional tentang inteligensi seseorang mengemukakan bahwa tingkat kecerdasan merupakan faktor bawaan yang sudah ditentukan sejak lahir. Karena itu siapa pun tidak dapat mengubah apalagi meningkatkan kadar intelegensi seseorang.
Namun, seiring perkembangan pendidikan, konsep tersebut mulai tergeser oleh hasil penelitian yang secara intens mempelajari cara meningkatkan kecerdasan seseorang. Hasilnya, tingkat kecerdasan seseorang dapat ditingkatkan. Caranya antara lain dengan menyekolahkan dan meningkatkan asupan gizi untuk perkembangan saraf otak.
Upaya meningkatkan intelektual peserta didik di sekolah tidak mungkin dilakukan secara stimultan sejak dini, sejak usia prasekolah, dengan menyediakan atau menciptakan lingkungan yang memberi stimulasi intelektual. Sebab, inteligensia anak tidak akan berkembang hanya dengan memperhatikan sudut gizi tanpa memperhatikan sudut lingkungan.
Dari sudut pendidikan, inteligensi didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan potensi intelek untuk belajar. Sedangkan hasil belajar merupakan pengetahuan yang dimulai dari pengalaman indra, persepsi, imajinasi, konsentrasi, abstraksi, penilaian dan penalaran. Proses tersebut menyangkut daya ingat atas bahan yang diperoleh sebelumnya, kemudian dikeluarkan untuk proses lebih lanjut.
Secara konkret dapat dikatakan, anak dengan kadar intelek dan inteligensi tinggi adalah anak yang pengamatannya tajam, daya persepsi dan imajinasinya kuat, daya abstraksi dan apresiasinya tinggi, daya penalarannya lurus, serta daya konsentrasi dan daya ingatnya kuat.
Pertanyaannya, seberapa jauh urgensi stimulasi untuk merangsang perkembangan IQ (Intelegence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient) ?
Hasil penelitian psikolog Skeels dan Dye (1938) dan White (1971) menyimpulkan hal – hal berikut :
1.Tanpa stimulasi dari lingkungan, anak tidak akan dapat mengaktualisasikan potensi inteleknya secara maksimal. Di sini, anak belum mencapai titik IQ, EQ dan SQ optimal yang seharusnya bisa dicapai.
2.Merangsang perkembangan inteligensi secara maksimal dalam 2 kategori, yaitu Verbal dan Non-Verbal. Yang termasuk Non-Verbal adalah aktivitas untuk merangsang pengakraban indra seperti mainan dan aktivitas fisik lain sejenis. Sedangkan yang dimaksud verbal adalah berbicara, menghafal, mengajar bahasa dan sejenisnya. Bagi peserta didik di kelas rendah (TK,Playgroup dan SD), 2 jenis rangsangan itu merupakan Learn Climate (Iklim Belajar) seperti halnya yang terjadi pada peserta didik di kelas menengah (SMP dan SMA).
Yang paling perlu di ingat dalam rangka stimulasi kecerdasan, emosi dan spiritual adalah peran orang tua dan guru di sekolah sama – sama penting. Fungsi sekolah dan lingkungan keluarga, dan tempat bermain sama vitalnya. Semua harus saling mendukung, tidak boleh ada satu aspek pun yang lemah.
Untuk mendapatkan tingkat intelektual yang optimal di semua jenjang pendidikan, stimulasi harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak prasekolah. Pada masa bayi, orang tua bertanggung jawab merangsang indra, aktivitas motorik dan bahasa. Idealnya, anak usia 12 bulan harus bisa menjawab pertanyaan kita. Meski, saat ditanya anak hanya menunjuk ke lantai seraya merangkak menunjukkan hal yang dimaksud.
Karena itu, perlu sekali merangsang intelegensi peserta didik sedini mungkin sejak usia pembentukan saat masih mudah merangsang perkembangan kecerdasan, emosi dan fisik. Grade perkembangan yang diperoleh pada masa balita itulah yang nanti menjadi dasar pola perkembangan inteligensi selanjutnya sehingga tidak aneh bila tingkat kecerdasan, stabilitas emosi dan kepekaan sosial peserta didik di tingkat SMP atau SMA sangat variatif meski mereka belajar di satuan pendidikan dengan fasilitas yang sama.